BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Tanah toraja meruapakan salah satu daerah tujuan wisatawan
yang terletak di Propinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Tana Toraja merupakan
salah satu daya tarik wisata Indonesia, dihuni oleh Suku Toraja yang mendiami
daerah pegunungan dan mempertahankan gaya hidup yang khas dan masih menunjukkan
gaya hidup Austronesia yang asli dan mirip dengan budaya Nias. Seperti halnya
pada tempat-tempat tujuan wisata lainnya, objek wisata tanah toraja ini
memiliki keindahan dan kekhasan tersendiri yang dapat menarik minat para
wisatawan lokal dan wisatawan asing. Kekhasan daerah tanah toraja ini sangat
menonjol dari beberapa beberapa warisan budayanya yang berbeda dengan
daerah-daerah lain yang ada di Indonesia khususnya di Sulawesi Selatan. Selain
itu tanah toraja ini juga dilengkapi dengan beberapa industri dan
pariwisatanya.
Berdasarkan dari hal-hal tersebut diatas, maka dilakukan
kegiatan praktek lapangan mata kuliah Geografi Budaya dan mata kuliah Geografi
Industri dan Pariwisata sebagai sebagai salah satu mata kuliah wajib yang ada
di jurusan geografi. Kegiatan praktek lapangan dilakukan sebagai penunjang atau
pelengkap dari konsep-konsep geogafi budaya dan industri pariwisata yang
didapatkan melalui kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. Objek wisata
tanah toraja ini dipilih sebagai lokasi praktek lapang karena lokasi inilah
yang dianggap paling tepat untuk mengkaji berbagai kegiatan kebudayaan
masyarakatnya, dan juga kegiatan industri pariwisata. Dengan adanya kegiatan
paktek lapangan ini, maka kita akan dapat langsung mencocokkan konsep-konsep
kebudayaan tanah toraja yang selama ini diketahui dengan apa yang didapatkan
dilapangan.
Dalam kegiatan paktek lapangan ini akan diketahui bagaimana
kegiatan kebudayaan masyarakat tanah toraja, sejauh mana kebudayaan tersebut
mempengaruhi cara hidup masyarakat toraja.
Namun, selain itu kegiatan praktek lapangan ini tidak akan lepas dari
keinginan bagi mahasiswa untuk menikmati keindahan-keindahan yang didapatkan
didaerah tanah toraja.
B.
Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
Tujuan umum dari praktikum lapngan ini adalah sebagai berikut :
a. Mahasiswa
mampu mengetahui dan memahami kelestarian budaya megalitik di daerah Kabupaten
Turaja Utara
b. Mahasiswa
mampu memahami sejarah dan latar belakang budaya daerah Tana Toraj
2.
Tujuan Khusus
Adapun tujuan intruksional
khusus dari praktikum lapang ini adalah agar:
a.
Mahasiswa
mengetahui dan mampu menganalisis konsep-konsep budaya di Toraja
Utara
b.
Mahasiswa
mampu
mengetahui macam-macam prosesi adat dan tempat-tempat yang terkenal di
masyarakat Toraja Utara yang utama.
c.
Mahasiswa mampu mengetahui usaha-usaha
masyarakat Toraja Utara dalam melestarikan kebudayaannya hingga saat ini.
A.
Lokasi
Pertama (Pasar Bolu)
Pasar hewan Bolu, di Rantepao ini, barangkali contoh
menarik di Toraja Utara.Pasar hewan ini
berlangsung setiap 6 hari sekali dan mayoritas hewan yang diperdagangkan adalah
kerbau dan babi. Kerbau, hewan
yang diperjual-belikan di sini, bukan semata untuk dikonsumsi dagingnya. Namun
90 persen kerbau di pasar hewan ini
semata-mata dibeli dan dijadikan hewan kurban dalam pelaksanaan upacara
kematian. Biasanya saat-saat menjelang
pelaksanaan upacara, 300 ekor kerbau setiap harinya terjual di pasar ini
kerbau-kerbau yang dijadikan hewan
kurban adalah kerbau belang, atau tedong bonga, yang
dalam upacara kematian di Toraja Utara kerap dikorbankan.
Kerbau jenis ini tergolong langka, dan bahkan kerbau belang ini hanya ada di
Toraja. Di luar Toraja, kerbau jenis ini sulit berkembang biak dan bertahan
hidup. Harga kerbau yang diperjual belikan di pasar ini beraneka ragam tergantung dari jenisnya, harganya berkisar antara 30- 50 juta untuk kerbau hitam/kerbau biasa dan meningkat hingga 100-300 juta untuk jenis tedong belang. Selain kerbau, di pasar tersebut penduduk juga memperdagangkan babi, baik babi hutan maupun babi putih dari luar Toraja Utara. Babi hutan lebih banyak diminati pembeli yang berkunjung di pasar bolu tersebut, alasannya karena babi hutan tersebut rasanya lebih enak. Harga babi juga beraneka ragam sesuai dengan bobot babi itu, berkisar antara 10-30 juta rupiah.
Kerbau jenis ini tergolong langka, dan bahkan kerbau belang ini hanya ada di
Toraja. Di luar Toraja, kerbau jenis ini sulit berkembang biak dan bertahan
hidup. Harga kerbau yang diperjual belikan di pasar ini beraneka ragam tergantung dari jenisnya, harganya berkisar antara 30- 50 juta untuk kerbau hitam/kerbau biasa dan meningkat hingga 100-300 juta untuk jenis tedong belang. Selain kerbau, di pasar tersebut penduduk juga memperdagangkan babi, baik babi hutan maupun babi putih dari luar Toraja Utara. Babi hutan lebih banyak diminati pembeli yang berkunjung di pasar bolu tersebut, alasannya karena babi hutan tersebut rasanya lebih enak. Harga babi juga beraneka ragam sesuai dengan bobot babi itu, berkisar antara 10-30 juta rupiah.
Lokasi Kedua
( Tongkonan Pallawa)
Pada
lokasi ini, dapat dilihat jajaran rumah tongkonan yang berhadapan dengan
jajaran lumbung padi (alang sura’). Bagi masyarakat toraja, tongkonan dianggap
sebagai pusat kehidupan yang menggambarkan semua aktivitas hidup manusia. Di
dinding tongkonan, terdapat ukiran-ukiran yang dipahat dengan warna dasar
kuning, putih, merah dan hitam yang menggambarkan kehidupan, kesucian, dan
kematian.
Hal
ini juga tergambar pada arah rumah tongkonan yang menghadap ke utara dengan
maksud yakni agar tongkonan tersebut menghadap kea rah datangnya sumber
kehidupan yang baik. Nilai inilah yang tergambar dari rumah tongkonan yang ada
di kompleks rumah tongkonan pallawa.
Model rumah adat Tongkonan dengan
segala aturannya mengikuti model tersebut. Dalam kegiatan upacara, tongkonan
menjadi pusat lintang timur-barat, utara-selatan. Upacara Rambu Tuka’
diselenggarakan di sebelah timur tongkonan pada waktu matahari mulai naik,
sedangkan Rambu Solo’ diselenggarakan di sebelah barat pada waktu matahari mulai
terbenam. Upacara penyembahan kepada Puang Matua dilakukan di depan rumah
(utara).
Lokasi
Ketiga (Batu Tumonga)
Batu
tumonga merupakan salah satu objek wisata yang sangat menarik di toraja utara.
Letaknya berada utara kota Rantepao dan berada di daerah ketinggian yang hanya
mampu dijangkau oleh mobil berukuran kecil dengan waktu sekitar 2 jam. Dari
lokasi ini , kita mampu melihat kota rantepao dengan jelas secara keseluruhan.
Dari
hasil pengamatan yang dilakukan di lokasi ini, dapat disimpulkan kondisi
geomorfologi kota rantepao yang berbukit dan bergelombang dan tersusun oleh
formasi batuan beku pegunungan latimojong dan sebagian kecil daerah karst. Pola
permukiman masyarakat di rantepao terlihat menyebar mengikuti daerah yang agak
landai. Akibat bentuk morfologi ini pula yang menyebabkan rata-rata masyrakat
toraja di rantepao bermata pencaharian sebgai petani dengan pola sengkedan.
Lahan pertanian di daerah itu mempunyai pematang yang banyak, petak sawah yang
sempit serta bentu sengkedan. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kemiringan lereng
yang bervariasi.
Sepanjang
daerah yang dilalui, juga dapat dilihat bongkah- bongkah batuan beku yang
berukuran besar. Hal ini juga mempengaruhi pola dan tata cara pemakaman
masyarakat di daerah ini. Mayoritas masyarakat menguburkan mayat di dalam
bongkah batuan beku yang telah di pahat, hal ini berbeda dengan tata cara
pemakaman mayat yang ada di kete’ kesu maupun di londa. Hal ini menunjukkan
pengaruh timbal balik antara lingkungan alam dan kehidupan social penduduk di
daerah batu tumonga ini.
Lokasi Keempat (Kete’ Kesu)
Kete’Kesu terletak di sebelah selatan kota
Rantepao, Ibukota Kabupaten Toraja Utara. Kete’Kesu adalah salah satu
tujuan wisata paling populer di Toraja. Kete’Kesu berarti ‘pusat kegiatan‘.
Sebutan itu sesuai dengan apa yang bisa ditemui di sana, yaitu adanya
perkampungan, tempat kerajinan ukiran, dan kuburan. Pusat kegiatan adalah
deretan rumah adat tongkonan yang berasosiasi dengan lumbung padi di bagian
depannya (alang ) serta adanya lapangan upacara rambu solok‘.
Di
Kete‘ Kesu juga terdapat pengukir-pengukir yang handal membuat ukiran untuk
rumah adat, hiasan dinding, souvenir, dan tau-tau (patung untuk menghormati
orang meninggal yang dikuburkan). Di Kete‘ Kesu juga terdapat dua jenis
kuburan, yaitu kuburan di bukit batu dan kuburan yang berupa bangunan. Kuburan di bukit batu ini sudah sangat tua. Tumpukan ‘erong‘
(peti mati) sudah banyak yang lapuk, dan tulang-tulang berserakan di alam
terbuka.
Keistimewaan Kete‘ Kesu adalah
bangunannya yang benar-benar masih asli, ditandai dengan atapnya yang terbuat
dari anyaman daun. Pada bangunan-bangunan tradisional yang baru, banyak
digunakan atap seng sebagai pengganti anyaman daun. Di Kete‘ Kesu juga terdapat
semua unsur penting dalam budaya masyarakat Toraja, yaitu tongkonan (rumah),
alang (lumbung padi), kuburan, dan tempat pembuatan kerajinan ukiran.
A.
Lokasi
Kelima ( Londa)
Londa
merupakan lokasi pemakaman yang terkenal sebagai objek wisata di Toraja.
Pemakaman ini berupa bukit dan gua kapur (karst). Peti mayat ( erong) yang
berisi jenazah di masukkan di dalam gua atau dipahat dan digantung di dinding
bukit karst tersebut. Penempatan erong di onjek londa hamper sama dengan
dilokasi kete’ kesu. Orang yang mempunyai starata social yang tinggi akan
diletakkan di bagian atas dengan erong yang telah dipahat, sdangkan rakyat
biasa hanya diletakkan di lantai gua.
Di
tempat ini juga dapat kita lihat Tau-tau ( patung orang yang telah meninggal)
dari satu rumpun keluarga yang mempunyai starata social yang tinggi. Tau-tau
tersebut seakan menyambut kita, karena terpajang di bagian depan dari gua londa
tersebut. Selain itu, di tempat ini juga terdapat sisa jenazah sepasang kekasih
yang konon bunuh diri bersama karena cinta mereka tidak direstui oleh kedua
orang tua mereka.
i objek wisata ini, para
pengunjung ditawarkan jasa penerangan untuk masuk melihat-lihat di dalam gua,
serta dimanjakan oleh keindahan pernak-pernik khas toraja yang dijual di took
souvenir di daerah tersebut.